Pages

Subscribe:

About

Rabu, 20 Juli 2011

KORUPSI MILIK KITA SEMUA

"Jiwa dan peradaban Korupsi"

Sangat tidak mudah mengambil keputusan apakah korupsi adalah milik para koruptor ataukah milik kita bersama. Juga tidak gampang mengukur kadarnya sebagai “penyakit sistem” (struktural, Sebagai “penyakit manusia” atau “Penyakit Budaya” suatu masyarakat yang berada dalam sistem yang sama. Ia sangat cair, seakan-akan merupakan serbuk yang rata menabur, atau bagaikan asap halus yang tak kasat mata, sehingga tidak bisa serta merta bisa disimpulkan bahwa perilaku korupsi adalah semacam anomali atau penyakit khusus yang berlaku pada sejumlah orang, ataukah ia memiliki “ifastruktur” budaya yang memang mendarah daging secara lebih menyeluruh pada kehidupan masyarakat kita.

Darah daging itu bisa jadi tak hanya bersekala budaya atau kebudayaan, bisa jadi ia sudah merupakan peradaban. Terutama apabila disepakati bahwa korupsi materiil hanyalah salah satu output “kecil” dari dasar-dasar jiwa korupsi yang juga bisa menemukan manifestasinya pada prilaku lain, pada pola berfikir, cara pandang, cara memahami dan cara merasakan, bahkan cara memahami dan melaksanakan iman.

Tak pernah berhenti kita bertanya:
“di kedalaman jiwa manusia, apakah korupai itu merupakan pristiwa mental, pristiwa ilmu, pristiwa ahlak , pristiwa iman, atau apa ????

Kalau sudah sampai ke kompleksitas itu, kita yang dipanggung berteriak “Wahai Kaum Koruptor....” tidak otomatis kita sendiri bukan koruptor. Atau kekhusyukan seseorang dalam beribadah, status mulia seseorang dalam kegiatan ke agamaan, citra bersih seseorang dalam publik tidak serta merta mengandung arti bahwa yang bersangkutan berada di luar lingkaran, jaringan dan sistem korup. Bahkan kita yang bertugas memberantas korupsi, perlu mengaktifkan terus-menerus kewaspadaan diri untuk manjamin bahwa dalam berbagai konteks dan nuansa itu langkah-langkah kita agar benar-benar bebas dari potensialitas korupsi. Apalagi sejumlah pagar eksternal atau internal yang tidak selalu bisa kita atasi membuat langkah-langkah kita tampak di mata orang lain sebagai “tebang pilih”.


Baru-baru ini juga muncul ormas atau pasukan,gerakan,kelompok atau apalah, Entah mereka datang dari mana dan tujuan mereka apa atas dasar apa dan berupa kepercayaan apa melarang Bangsa Indonesia untuk menghormati Benderah Merah Putih.
Saya sangat tidak setuju dengan tingka laku, kepercayaan mereka yang malah menambah rumit bangsa ini padahal hormat bukan berarti menyembah apalagi meminta pertolongan.
Jika semua rakyat indonesia mempunyai pemikiran-pemikiran yang menyimpang dari orang banyak maka negara kita gak bakal berubah sampi kapan pun.

Heeeeey, para ormas-ormas yang mempunyai fatwah-fatwah aneh.
Dengerin sebenarnya mata kalia pada kemana bangsa indonesia emang dari dulu-dulu sudah hormat kepada Sang Merah Putih, kenapa kalian usik sedangkan para koruptor yang hormat kepada uang kalian diemin.

Kalo masih belum bisa mikir sama berkaria buat ngeritik jangan dulu berdiri dan berteriak sembarangan apalagi cara dan keritikan kalian sangat menyimpang dari yang bangsa ini butuhkan.

Saya harap kalian mengerti apasi permasalahan negara kita sekarang.

0 komentar: